Berita Hawzah – Hujjatul Islam wal Muslimin Sayyid Ahmad Faqihi, anggota dewan ilmiah Institut Imam Khomeini (ra), pada hari Minggu dalam program televisi Aftab Sharqi (Mentari dari Timur) menjelaskan dampak kelalaian dari mengingat Allah SWT serta peran iman kepada-Nya dalam menenangkan jiwa manusia.
Ia menekankan bahwa kelalaian dari mengingat Allah SWT merupakan salah satu masalah umum di masyarakat saat ini. Beliau mengatakan bahwa mengingat Allah bukan sekadar mengucapkan 'Ya Allah', melainkan sebagaimana firman Al-Qur’an: «وَلِمَنْ خَافَ مَقَامَ رَبِّهِ», yakni manusia harus senantiasa memperhatikan kedudukan dan keagungan Tuhan. Allamah Thabathaba’i (ra) dalam tafsir Al-Mizan menjelaskan bahwa mengingat kedudukan Allah SWT dan meyakini bahwa seluruh urusan alam berada di tangan-Nya adalah dasar ketenangan hati.
Sayyid Ahmad Faqihi menambahkan bahwa kebanyakan masalah psikologis masyarakat, seperti depresi, kelemahan saraf, kegelisahan, dan waswas, berakar pada rasa takut terhadap masa depan, suatu persoalan yang kini melanda bukan hanya negara kita, tetapi juga dunia.
Ia menegaskan bahwa meskipun psikologi dan etika menawarkan solusi untuk mengatasi rasa takut, jalan paling mendasar adalah kembali kepada tauhid dan iman kepada Allah SWT, sebagaimana juga ditekankan oleh Allamah Thabathaba’i.
Beliau menjelaskan: jika manusia meyakini bahwa «اِنَّ القُوَّةَ لِلَّهِ جَمیعاً» dan seluruh kekuatan berada di tangan Allah Yang Maha Tinggi, maka ia akan memahami bahwa tidak ada bahaya yang menimpanya tanpa izin Allah SWT. Namun, keyakinan ini tidak berarti meninggalkan kewajiban syar’i dan akal, melainkan tetap menjalankan tanggung jawab.
Hujjatiul Islam wal Muslimin Faqihi mencontohkan bahwa dalam kehidupan sosial, kekhawatiran sering muncul, baik berupa ketakutan terhadap masyarakat maupun terhadap peristiwa. Namun, jika Allah tidak menghendaki, seluruh alam sekalipun tidak mampu mencelakakan manusia; dan jika Allah SWT menghendaki kebaikan, tidak seorang pun dapat menghalanginya.
Anggota dewan ilmiah Institut Imam Khomeini (ra) itu juga mengingatkan bahwa seorang mukmin harus menunjukkan keyakinan ini dalam praktik. Kadang orang khawatir tentang penampilan atau busana istrinya, padahal ukuran utama adalah keridhaan Allah SWT.
Beliau menyinggung gelar Marziyah bagi Sayyidah Fatimah Zahra (salamullah ‘alaiha), yang dalam segala hal bertindak sesuai dengan keridhaan Allah SWT. Dengan tetap menjaga hijab dan kewibawaan, beliau hadir di medan ketika diperlukan, seperti di Masjid Nabawi saat menyampaikan khutbah, yang berakar pada iman dan tawakkal kepada Allah SWT.
Hujjatul Islam wal Muslimin Faqihi juga menyinggung keyakinan khurafat tentang sihir, dengan merujuk pada ayat 102 Surah Al-Baqarah: «وَما هُم بِضَارّینَ بِهِ مِن أَحَدٍ إِلّا بِإِذنِ اللّهِ», dan menegaskan bahwa jika manusia berada dalam perlindungan Allah dan wali-Nya, tidak ada bahaya yang akan menimpanya.
Ia mengisahkan bahwa pada masa Imam Hasan Askari (‘alaihis salam), seorang pria mengeluhkan ketakutan bepergian di malam hari. Imam Hasan Askari (‘alaihis salam) memberikan arahan dan menegaskan: jangan takut, para Syiah kami yang berada dalam wilayah kami akan senantiasa dalam aman.
Sayyid Ahmad Faqihi juga merujuk pada ayat «وَاللّهُ یَعصِمُکَ مِنَ النّاس» tentang Nabi Muhammad (shallallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam), sebagai bukti janji Allah SWT dalam menjaga hamba-hamba-Nya.
Ustaz hawzah itu menjelaskan perbedaan antara khauf (takut akan masa depan) dan huzn (kesedihan atas masa lalu), dua hal yang menekan manusia dari dua arah. Padahal Allah berfirman tentang para wali-Nya: «اَلّا إِنَّ اَولِیاءَ اللّهِ لا خَوفٌ عَلَیهِم وَلا هُم یَحزَنون» (Ketahuilah, sesungguhnya para wali Allah itu tidak ada rasa takut atas mereka dan mereka tidak (pula) bersedih hati).
Beliau menegaskan bahwa ketenangan para wali Allah SWT bersumber dari keyakinan mereka terhadap pengaturan Allah dalam segala peristiwa, sebagaimana seorang anak di rumah orang tua yang penuh kasih tidak memiliki kekhawatiran tentang masa depan. Demikian pula manusia, jika ia percaya pada rahmat Allah sebagaimana ia percaya pada kasih sayang ayah dan ibu, maka ia akan terbebas dari rasa takut dan kesedihan.
Di akhir, Sayyid Ahmad Faqihi mengutip ucapan Ayatullah Misbah Yazdi yang berkata: 'Allah lebih penyayang daripada seribu ibu yang penuh kasih'. Ia menambahkan, jika manusia bertawakkal kepada Tuhan yang demikian, maka ia tidak akan lagi takut pada masa depan atau bersedih atas masa lalu, dan inilah hakikat spiritualitas serta wilayah sejati.
Your Comment